Rabu, 21 Januari 2009

Gereja, Kemerdekaan dan HAM

Meski sifat gereja mengikat dengan tradisi, ajaran, dan jaminan masa depannya, namun ia mendasari segala aktivitas rohani, sosial, politiknya pada amanat Yesus untuk upaya pemerdekaan. Gereja dalam kondisi dan situasi bagaimanapun harus berada dalam tanggungjawabnya yang penuh untuk usaha pemerdekakan serta penjaminan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Gereja dan kekristenan pertama-tama hadir sebagai bentuk refleksi juga kontemplasi orang-orang yang diperhadapkan dengan berbagai pergumulan konteks. Kemiskinan, penindasan, ketidakadilan dan lain sebagainya, adalah persoalan konteks yang hampir selalu mewanai kehidupan manusia di manapun berada. Sementara, nilai-nilai kekristenan yang melembaga dalam institusi gereja, berangkat dari karya agung Yesus Kristus, baik pelayanan, pesan, penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya. Dan, keseluruhan karya Agung Yesus itu adalah dalam usaha yang tulus dan murni sebagai bentuk cinta Allah untuk suatu kemerdekaan yang holistik di mana HAM di dalammnya terjamin.

Indonesia, sebuah negara yang menyatakan proklamasi kemerdekaannya tahun 1945, adalah juga konteks, di mana gereja dan nilai-nilai kekristenan hadir dan bertumbuh. Indonesia, dalam kenyataannya, masih diperhadapkan dengan sejumlah persoalan. Jaminan kesehatan penduduk yang masih rendah, tingkat pendidikan yang masih di bawah banyak negara, kemiskinan yang kian meluas, konflik sosial akibat perebutan lahan kekuasaan dan bisnis oleh para elit dan pemilik modal, terorisme, korupsi yang telah mengakar dan merakyat, sistem peradilan yang korup dan lain sebagainya adalah sejumlah persoalan Indonesia. Dan itulah konteks di mana gereja dan nilai-nilai kekristenan hadir dan mestinya berpengapa.

Dalam konteks yang seperti itu, gereja mestinya terlibat secara untuk suatu upaya pemerdekaan dan pembebasan. Gereja Kristen di Indonesia perlu terus memikirkan, merumuskan strategi dan cara untuk terlibat dalam usaha tersebut. Sebagai institusi religius, tentunya keterlibatan dalam usaha itu pertama-tama di dahului dengan suatu refleksi dan kontemplasi yang menggumuli konteks. Setelah itu sudah tentu adalah aksi. Dalam bentuk bagaimana dan seperti apa strategi keterlibatan gereja dalam konteks Indonesia tentunya harus memperhatikan konteks.

Konteks Indonesia yang krisis multidimensi, membutuhkan keterlibatan sosial gereja. Kemiskinan, ketidakadilan sosial, kualitas kesehatan dan pendidikan yang rendah dan lain sebagainya, mestinya menjadi semacam target gereja untuk upaya pemerdekaan dan pembebasan. Kemudian, kondisi politik Indonesia yang carut marut akibat sistem dan mental kebanyakan orang masing korup, maka gereja juga perlu memikirkan keterlibatannya secara politik dalam merespon konteks. Lebih dari, keterbukaan dan sikap dialogis berjumpa dengan agama dan kebudayaan lokal, sangat penting untuk terus-menerus dilakukan oleh gereja untuk menuju kesempurnaan kehadirannya di negara Indonesia.

2 komentar:

  • Anonim says:
    13 April 2009 pukul 01.23

    Kehidupan saat ini dalam kondisi Zaman Jahiliyah. Zaman Jahiliyah ditandai dengan tidak diterapkannya Syari’at Islam. Jika dahulu di Makkah bayi bayi perempuan dibunuh saat ini pun itu banyak terjadi. Jika dahulu di Makkah perzinaan dibiarkan, maka saat ini pun itu terjadi. Jika pada masa Jahiliyah Mekkah banyak terjadi peristiwa kriminal, maka pada saat ini pun itu terjadi.
    -
    Padahal Allah dan Rasul-Nya mewajibkan umat ini untuk menerapkan Syari’at Islam. Dimana ada penerapan Syari’at Islam disitu ada kemaslahatan. Begitu juga sebaliknya, dimana tidak diterapkan Syari’at Islam disitu ada kerusakan.
    -
    “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al A’raaf:96)
    -
    Kewajiban menerapkan hukum Allah, adalah sesuatu yang disyari’atkan. Jika kita tidak merujuk kepada hukum Allah, maka diantara manusia akan terdapat banyak pertikaian. Apabila kita membuat hukum sendiri, itu akan terdapat banyak kelemahannya. Salah satu kelemahan hukum buatan manusia adalah adanya potensi untuk membuat hukum untuk kepentingan kelompok tertentu. Hukum buatan manusia juga rawan konflik. Umat Islam wajib mewujudkan janji Allah dan Rasul-Nya agar mereka tidak dijajah oleh kaum Kafir, sebagaimana yang terjadi saat ini di negeri negeri Muslim. Dengan kerusakan yang menimpa bangsa Indonesia ini, belum saatnyakah kita menerapkan Syari’ah Islam? Mau menunggu hingga berapa lama lagi? Padahal kerusakan yang menimpa bangsa ini sudah sedemikian parahnnya. Penerapan Syari’ah Islam harus didukung oleh Umat Islam. Jadi jika pada penerapan Syari’ah Islam, ada separuh saja yang tidak mendukung, maka cita cita untuk mewujudkan kehidupan lebih baik bagaikan jauh api dari panggang.
    -
    Rasulullah S.A.W bersabda, yang artinya: “……..Keempat, setiap mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya, mereka akan dijajah oleh musuh dari bangsa lain yang akan merampas sebagian kekayaan mereka. Kelima, selama pemimpin mereka tidak menjalankan hukum yang ada dalam Al Qur’an, persengketaan akan terus berkobar di antara mereka.” (HR Ibnu Majah, Bazzaar, Baihaqii, Hakim)
    -
    Dalam hubungannya dengan sesama manusia, Syari’at Islam tidak menzhalimi Non Muslim, sebaliknya , Syari’ah Islam justeru melindungi kaum Non Muslim yang mau tunduk pada Islam. Khalifah Umar bin Khaththab dalam setiap rapat dengan gubernur gubernurnya selalu menanyakan bagaimanakah keadaan Ahludz Dzimmah (Non Muslim yang tunduk pada Islam), dan mananyakan adakah orang orang Islam menyakiti Ahludz Dzimmah. Maka gubernur gubernurnya menjawab bahwa Umat Islam berbuat baik pada Ahludz Dzimmah.
    -
    Nabi Muhammad bersabda;
    ”Siapa saja yang membunuh seorang mu‘Ă¢had (non-Muslim yang terikat perjanjian dengan Daulah Islam) tanpa alasan yang benar, dia tidak akan pernah mencium bau surga, padahal sesungguhnya harumnya surga itu sudah tercium dari jarak 500 tahun.” (HR Ahmad).
    -
    Perlu usaha untuk menerapkan hukum hukum Islam. Caranya harus menggunakan cara Nabi Muhammad. Yaitu tanpa kekerasan. Perkembangan Islam terdiri dari dua periode yakni periode Makkah dan periode Madinah.
    -
    Pada periode Makkah Umat Islam belum punya negara dan Syari’ah Islam tidak diterapkan. Sedangkan periode Madinah, Umat Islam sudah punya negara dan Syari’ah Islam sudah diterapkan. Kita sebagai Umat Islam harus tahu, kapan harus bersabar dan kapan harus menggunakan kekerasan. Jika pada saat periode Makkah, Umat Islam tidak menggunakan kekerasan yang mengatasnamakan Islam, namun pada periode Madinah Umat Islam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan cara Jihad.
    -
    Pada periode Makkah, Nabi Muhammad mendakwahkan Islam tanpa kekerasan. Pada saat di Makkah banyak Umat Islam mendapatkan siksaan dari kaum kafir, beberapa di antara mereka menjumpai Syahid dalam keadaan mempertahankan keimanannya. Namun demikian, Nabi Muhammad tidak melakukan tindakan kekerasan terhadap kaum kafir. Nabi Muhammad terus berdakwah sambil meminta perlindungan pada Ahlun Nushrah (tokoh yang mempunyai power). Pada saat di Makkah, Nabi Muhammad mendapatkan perlindungan dari Hamzah, Umar bin Khaththab, dan Abu Thalib. Nabi Muhammad memerintahkan beberapa sahabat untuk mendakwahkan Islam pada penduduk madinah.
    -
    Di Madinah Islam mendapatkan penerimaan oleh hampir seluruh penduduk Madinah. Kemudian Nabi Muhammad ber hijrah ke Madinah dan di Madinah didirikan Negara Islam yang menerapkan seluruh hukum hukum Islam, serta Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara Islam Madinah. Pada saat itulah yang disebut periode Madinah. Maka pada saat periode ini, Umat Islam menyampaikan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Setelah wafatnya Nabi Muhammad, perjuangan ini dilanjutkan oleh Khalifah Khalifah pengganti kepemimpinan Nabi saw. Pada masa Daulah Khilafah Islam, kekuasaan Umat Islam pernah meliputi Spanyol hingga Indonesia.
    -
    Saat ini adalah zaman kemunduran, karena tidak menerapkan Syari’at Islam. Jadi saat ini Umat Islam kembali ke Zaman Jahiliyah. Maka Umat Islam wajib memperjuangkan negara islam global (Khilafah) yang menerapkan seluruh hukum Allah

  • Denni Pinontoan says:
    22 Agustus 2009 pukul 17.39

    Ngobrol Islam: Bukankah syariat Islam itu merupakan rumusan manusia yang mengacu dari Al Qur'an dan Sunnah? Artinya, bukankah itu bahaya juga terjebak pada manipulasi untuk kepentingan kekuasaan kelompok atau pribadi, seperti yang kamu risaukan dengan hukum buatan manusia, negara. Jadi, berdasar rumusan ulama mana yang nantinya akan dijadikan sebagai rujukan syariat islam di Indonesia?