Sabtu, 22 Agustus 2009

Melihat Tuhan (sebuah cerpen)

Senin:
Ini pertama kali aku melihat Yopi, setelah dua minggu dia menghilang. Yang aku dengar dari Yesi dia akhir-akhir ini sering ke Manado.

“Ke Manado. Katanya, ke ibadah persekutuan,” kata Yesi kepadaku Senin minggu lalu.

Barangkali karena itulah sehingga Yopi yang aku lihat hari ini sedikit berbeda dengan yang aku lihat terakhir. Jalannya, tak lagi serampangan. Kaki dilangkahkan sedemikian rupa sehingga tampak sopan. Tangannya juga diayuh lembut. Yopi tampak menjadi seorang pria yang sopan. Padahal, baru sebulan lalu, dia dipergok oleh hansip mencuri ayam milik Om Endi.

”Apa kabar Yop? Dari mana saja kamu?” Sapaku pada Yopi, yang hari itu ke warungku membeli tissue.

”Mencari Tuhan! ”jawabnya ramah.

”Di mana?” tanyaku spontan menyambung cerita.

”Di Manado. Ikut ibadah persekutuan di sana.”

“Oh, Tuhan sudah tinggal di Manado, ya?”

“Bukan. Tuhan kan tinggal di sorga. Masak Dia tinggal di Manado. Makanya, kamu Ron jangan cuma di warung terus. Kamu sudah dibaptis?”

“Oh maaf, cuma bercanda.”

“Hei, Ron. Menyebut nama Tuhan itu tidak boleh bercanda. Ingat kamu salah satu hukum Tuhan, ‘jangan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan.”

”Yup. Siap pak pendeta!” jawabku sambil memberikan tissue yang dia beli.

Setelah membayar tissue itu, Yopi pun bergegas pergi.

Hmm, heran aku. Cowok berbadan kekar, beli tissue. Dan, cuma dua minggu tidak ketemu, datang sudah sangat alim. Calon alim ulama, barangkali dia. Tapi terus terang saja, ketika mendengar dia bilang ke Manado aku memang serius bertanya. Aku kira, Tuhan sudah datang ke Manado, sehingga kalau mencari-Nya ke sana. Dasar jarang masuk gereja.

Selasa:
Aku bertemu lagi dengan Yopi. Kali ini di perempatan jalan. Kebetulan hari ini, aku mendapat cuti menjaga warung. Adikku kena jadwal menjadi kasir.

Selain aku, Yopi, ada juga beberapa orang muda kampung yang berkumpul di perempatan itu. Kali ini Yopi tampak rapi. Kemeja lengan panjang bergaris yang dia kenakan, sungguh tak serasi dengan sepatu sport di kakinya. Lebih aneh lagi, siang-siang begini si Yopi nekat memakai kemeja berlengan panjang. Padahal, hari itu udara sangat panas. Tapi, yang aku dengar dari beberapa orang, begitulah ciri-ciri orang yang sudah bertobat. Hmm, bertobat?

”Nah, kalian musti tahu, bahwa burung manguni, lambang kabupaten kita itu adalah iblis. Itu kan burung hantu. Lihat matanya seperti hantu, kan? Itu tandanya pemerintah kita masih belum mengenal Tuhan Yesus Kristus. Jadi, kita musti bikin gerakan mendesak pemerintah kita untuk segera mengganti burung manguni dengan burung merpati. Kan, burung merpati ada di Alkitab.” Yopi berbicara seperti seorang penginjil jalanan yang mengkhotbai anggota jemaatnya.

”Tapi, itukan simbol budaya kita, Yop?” Wely, pemabuk berat itu berbicara.

”Budaya kita itu kan berhala. Makanya, kalian banyak membaca Alkitab, dan rajin-rajin masuk gereja. Tadi malam aku mendapat penglihatan, bahwa daerah kita ini akan mendapat kelaparan. Tuhan yang berbicara langsung kepadaku. Katanya, ’Hai hambaku, serukanlah kepada saudara-saudaramu, untuk tidak menyembah berhala. Serukan juga kepada pemerintahmu untuk segera mengganti lambang daerah, burung hantu itu dengan burung merpati. Karena hanya burung merpati yang aku kasihi, seperti yang tertulis dalam Alkitab,’” Yopi berbicara meyakinkan.

Bulu kudukku merinding mendengar kesaksian Yopi itu.

”Yop, benar kamu melihat Tuhan? Lalu, bagaimana wajah Tuhan? Apa Dia memang Gondrong, pirang? Kenapa kamu tidak sekalian saja minta rumah dan pesawat, agar kita bisa jalan-jalan?” Soni tetantanggaku bertanya.

”Masakan aku berdusta. Benar, tadi malam aku bermimpi didatangi seorang malaikat. Jubahnya putih menyilaukan, dan sayapnya berbulu halus. Dia menggendong aku, dan mengantar aku berjalan-jalan di negeri yang tak ku tau. Tapi, malaikat bilang itulah sorga?”

Mendengar itu, buru-buru Wely berkata:”Di mana sorga itu, Yop? Apa di sana ada mall? Ada bioskop? Ada...?”

“Ada-ada saja, kamu Wel.” Sambungku. “Masakan sorga ada yang begituan”.

“Di sana semua putih menyilaukan? Burung merpati putih beterbangan bebas. Dan, Tuhan Yesus duduk di singgasananya.”

Soni bicara lagi. ”Yop, tadi kamu belum jawab pertanyaanku. Yesus itu, apa benar gondrong rambutnya? Pirang?”

”Ya, itulah Yesus. Gondrong dan pirang”

“Oh, berarti Yesus itu bule, metal ya, Yop?” kataku.

“Hus. Jangan main-main dengan nama itu. Nanti kamu kena tulah.” Yopi memberi peringatan.

”Yop, kalau lambang daerah kita itu, burung manguninya diganti dengan burung merpati, lalu apa yang akan terjadi dengan daerah kita?” Aku bertanya lagi.

”Maka, tingkap-tingkap langit akan terbuka, dan Dia akan mencurahkan berkat-berkat-Nya kepada kita. Masa penuaian telah tiba. Bertobatlah!!” Yopi berkata sambil tanganya seolah-seolah akan menengadah ke langit.

”Bagaimana kamu bisa melihat Tuhan?” Soni penasaran ternyata.

”Bertobat dan menerima Yesus secara pribadi. Hidup baru, tinggalkan semua dosa-dosa kita. Baptis dan rajin ke persekutuan, ke stadion Kalabat, ikut KKR...” jawab Yopi menyakinkan.

“Dan, tidak boleh pakai kaos oblong dan celana jeans? Tidak boleh merokok juga?” tanyaku.

”Iya. Tinggalkan semua itu. Apalagi kalau pakai celana jeans yang dirobek-robek, dan pakai kaos oblong bergambar penyanyi music rock. Itu semua dosa...”

Belum selesai berkhotbah, tiba-tiba kami dikejutkan dengan bunyi sirene mobil polisi. Mobil itu tepat berhenti di depan kami. Dan tiga polisi berseragam lengkap mendekati Yopi, memegang tanggannya, dan memborgol dia.

”Jangan bergerak!!”

”Apa salahku, pak!?” teriak Yopi.

”Kamu akan kami periksa di kantor polisi. Cepat, naik ke mobil!!”.

”Tapi. Ta..ta..tapi, Pak!!”

”Cepat, naik ke mobil!”

Yopi tak bisa bebuat apa-apa. Dia pun segera naik ke mobil polisi. Mobil itu pun segera bergegas pergi dan hanya meninggalkan raungan sirene. Kami yang berkumpul di perempatan itu hanya bisa terheran-heran, bingung. Warga di sekitar perempatan itu pun dalam sekejap sudah berkumpul. Semua hanya memandang heran mobil polisi yang baru menghilang di tikungan jalan.


Rabu:
Pagi ini, di depan warung kami banyak orang berkumpul. Topik percakapan mereka tentang Yopi yang kemarin digiring polisi ke bui. Cerita yang berkembang di kalangan warga bahwa Yopi dipenjarakan karena empat hari lalu bersama dengan tiga orang rekannya di Manado telah mencuri uang sebannyak 1 miliar rupiah, milik evangelis kelompok persekutuan mereka.

”Hei, di tv ada berita! Jakarta ada ledakan bom lagi!” teriak seorang warga dari dalam rumah yang kebetulan sedang menonton tv.

Mendengar itu, sontak saja semua warga yang berkumpul di depan warung kami berlarian mencari tv untuk menyaksikan berita ledakan bom itu.

0 komentar: