Minggu, 15 Agustus 2010

Agama dan Sains

Diskusi tentang Sains dan Agama Di Facebook
Mulai Senin 5 – 7 Juni 2001


Status Ioanes Rakhmat
Semurni apapun wahyu ilahi diklaim diterima seorang pendiri agama, wahyu ini harus memakai media manusia pemikir dan kebudayaannya untuk dapat sampai kpd manusia dan dimengerti oleh manusia. Tanpa pikiran manusia dan kebudayaan manusia, wahyu ilahi tidak akan pernah ada. Sejarah agama wahyu adalah sejarah pemikiran religius dan kebudayaan manusia. Apa pendapat Anda?

Senin pukul 23:05 · Komentari · Tidak SukaSuka

Yanto Afung Gideon Ompusunggu
... sehingga kita memasukkannya menjadi defenisi "Wahyu" !

-Hotpangidoan Panjaitan-
beruntung wahyu itu tdk diturunkan sama gorilla. Bisa bisa The Ave world : 21 century jadi kenyataan.

Ferry Wardiman
Tergantung apa yang dimaksud dengan "wahyu" dan bagaimana yang "ilahi" itu. Pendiri agama adalah manusia. Jadi "wahyu" adalah hasil pikirannya juga. Apakah wahyu itu "ilahi" atau tidak, tergantung apa itu "ilahi".

Sejarah agama apapun, bukan cuma agama "wahyu" adalah sejarah manusia.

Kata kuncinya terletak pada apa makna kata "ilahi".

Taheera Tova Jumaan
Yesus Menerima Wahyu Tuhan
Dalam bahasa Latin, wahyu disebut dengan kata revelare (dari re: “kembali/berulang...” dan velum: “selubung”), artinya: “membuat dikenal kembali, menyingkapkan selubung”. Dari kata inilah berasal kata revelation dalam bahasa Inggris. Sedangkan padanannya yang tepat dalam bahasa Yunani adalah apo-kalypto. Artinya, ALLAH menyatakan diri melalui ciptaan-Nya, bukan untuk memperkenalkan diri (untuk yang pertama kalinya), melainkan untuk dikenal kembali; dengan demikian ALLAH melibatkan diri secara berulang-ulang dalam suatu dialog dengan berbagai ciptaan-Nya (Rm 1:19-21). ALLAH menyatakan diri-Nya pula melalui teofani atau perantara: malaikat, ucapan tertentu, penglihatan dan tanda-tanda.

Apabila diperhatikan dengan seksama, dalam berbagai situasi dan kesempatan, Yesus selalu menyampaikan kepada orang-orang sezamannya bahwa ia adalah seorang yang telah menerima wahyu dari Tuhan; bahwa Tuhan telah mengutusnya untuk memberitakan Injil Kerajaan Sorga atau Kerajaan ALLAH (Mat. 4:17, 23-25), melakukan berbagai mukjizat (Mat. 9:27-31; 32-34; Mrk. 9:14-29) dan menggenapi nubuat. Sebelum memulai misinya, Yesus berpuasa selama 40 hari dan 40 malam di padang gurun; setelah hari terakhir ia dicobai oleh Iblis dalam bentuk mukhathaah ilhamiyah. Namun si pencoba tidak mampu melunturkan keimanan Yesus (Mat. 4:1-10; Mrk. 1:12-13; Luk. 4:1-13).

Nats-nats Perjanjian Baru di bawah ini membuktikan hal itu.

Pertama, dalam perikopa “Percakapan Dengan Perempuan Samaria” (Yoh. 4:1-42) diceritakan tentang percakapan antara Yesus dengan seorang perempuan Samaria yang hendak menimba air di sumur. Dalam kesempatan itu Yesus berbicara mengenai karunia yang akan diberikan ALLAH kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ketika perempuan tersebut terheran-heran karena disangkanya karunia itu hanya berupa air sumur, maka Yesus menjawab: “Barang siapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barang siapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” (Yoh. 4:13-14).

Dari ucapan ini kita maklum, bahwa “air” yang dimaksud Yesus bukanlah air sebagaimana yang akan ditimba oleh perempuan Samaria itu. Karena berkenaan dengan air dari sumur Ya’kub itu, Yesus sendiri telah mengatakan bahwa “barang siapa minum air ini, ia akan haus lagi”. Oleh sebab itu, pastilah air yang dimaksud Yesus bukanlah air dalam arti harfiah, melainkan wahyu-wahyu yang telah Yesus terima dari Tuhan. Alasannya, ketika berbicara tentang “makanan” pun Yesus menjawab dengan redaksi yang sama: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.” Ketika murid-murid salah memahami, Yesus meluruskan mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yoh. 4:32-34).

Kedua, dalam perikopa “Roti Hidup” diceritakan mengenai percakapan Yesus dengan orang-orang Yahudi. Yesus berkata, “Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang telah turun dari sorga: Barang siapa makan dari padanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh. 6:48-51).

Perkataan Yesus ini juga tidak dapat dipahami oleh orang-orang Yahudi, termasuk oleh para murid sendiri. Itulah sebabnya mereka saling bertengkar sesama mereka mengenai hakikat “roti hidup’ yang berupa “darah dan daging Yesus” itu. Apakah itu darah dan daging dalam arti sesungguhnya, ataukah hanya sekedar kiasan? Sayang, mereka lebih memilih arti yang pertama. Oleh sebab itu Yesus menegaskan, “Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barang siapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” (Yoh. 6:58).

Dikarenakan mereka tetap tidak dapat memahaminya, akhirnya banyak yang goyah keimanannya. Mereka mengatakan, “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh. 6:60). Akhirnya, “mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia lagi.” (Yoh. 6:66). Tepatlah apa kata Yesus, “Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” (Yoh. 6:65). Padahal, jauh-jauh hari sebelumnya Yesus telah berkata, “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut ALLAH.” (Mat. 4:4). Artinya, “air hidup”, “roti hidup”, “darah dan daging-Ku” yang dimaksudkan Yesus bukanlah secara letterlijk, melainkan figuurlijk dalam arti firman-firman/wahyu-wahyu Tuhan.

Yvonne Diana Taroreh
yap, disatu sisi memang tdk lepas dari kontekstual manusia dgn segala latar belakang sejarah dst..tapi segenap pikiran/akal budi segenap kekuatan, segenap jiwa dan inspirasi manusia sumbernya dari mana kalau bukan Sang Pencipta sendiri...

Ioanes Rakhmat
Saya ulangi, "Tanpa pikiran manusia dan kebudayaan manusia, wahyu ilahi tidak akan pernah ada." Jadi, untuk memahami wahyu ilahi dalam semua kitab suci, kenalilah pikiran dan kebudayaan manusia si penerima wahyu itu, bukan dengan mengandalkan doa, bisikan roh ilahi, atau dogma/akidah keagamaan. Dan jangan sekali-sekali mematikan akal ketika mau memahami berita kitab suci, dan jangan sekali-kali takut mengkritik wahyu ilahi melalui penggunaan pikiran yg kritis dan cerdas. Salam

Petrick Modok
..sebelum jauh pada makna "ilahi" itu..perlu direfleksikan dulu makna "sejarah" dan "manusia" itu sendiri atau siapakah "manusia" pembentuk "sejarah" itu.. Selama ini "sejarah" dan "manusia" terserak dalam upaya penemuan (kalau tidak mau dikatakan 'melayani') makna "ilahi". Menurut saya dalam segala keterbatasannya manusia (yang dikatakan pak Io' ... Lihat Selengkapnyamanusia pemikir) melalui sejarahnya (sebagai bagian dari kebudayaannya) menciptakan agama (yang awalnya secara sederhana kemudian menjadi kompleks) untuk memahami keterbatasannya melalui wahyu sebagi ekspresi keserhanaan yang manusiawi.

Taheera Tova Jumaan
Prof.DR. Nashr Hamid Abu Zayd penulis buku "Mafhuwm al-Naas" (مفهوم الناس) telah wafat beberapa saat lalu. Beliau telah juga menjelaskan secara luas masalah ini. Ada kesesuaian pemikiran antara Prof. Abu Zayd dengan DR. Ioanes. Keduanya, berupaya menjadikan kitab suci sebagai realitas yang bersentuhan dan dipengaruhi oleh budaya manusia. Wahyu dalam kitab suci tidak serta merta mewujud, tapi ia melalui suatu proses. Setuju!

Yvonne Diana Taroreh
Pikiran manusia dan kebudayaan manusia bukanlah satu-satunya...untuk memahami wahyu ilahi..Kalau Anda mau melihat dari sisi itu..sah-sah aja..

Ioanes Rakhmat
Tanpa organ otak yang memiliki kemampuan berpikir, manusia sesuci apapun akan pasti tidak bisa menerima wahyu ilahi, dan akan pasti mati. Salam

James Situmorang
@Yvonne: Terus, klo bukan hanya pikiran manusia dan kebudayaan, apalagi sih yg menurut Anda bisa digunakan untuk memahami wahyu ilahi?

Senin pukul 23:50 · SukaTidak Suka

Taheera Tova Jumaan
Pengetahuan Manusia Defektif

Meskipun manusia sudah beribu tahun berusaha mencari tahu kekuatan Tuhan melalui ilmu-ilmu fisika dan matematika, namun pengetahuan yang dimilikinya itu demikian tidak sempurnanya sehingga mereka tidak dapat dikatakan telah berhasil dalam pencaharian mereka. Di pihak lain, beratus-ratus misteri tersembunyi dibukakan kepada mereka yang menerima wahyu dan kasyaf dimana semuanya itu disaksikan kebenarannya oleh ribuan orang-orang muttaqi. Tetapi para filosof tetap saja menyangkal mereka. Para filosof tersebut mendasarkan pemikiran dan perenungan mereka hanya pada otak saja, sedangkan mereka yang memiliki pengalaman kasyaf setelah menemukan kebenaran melalui pengalaman keruhanian, menyadari bahwa yang menjadi sumber mata air penalaran dan pemahaman adalah kalbu manusia. Selama limapuluh-tiga tahun aku telah mengamati bahwa wahyu yang menjadi dasar pemahaman keruhanian dan pengetahuan tentang hal-hal yang tersembunyi, terungkapnya selalu melalui hati. Seringkali suatu suara menghentak hati dengan kuatnya, seperti ember yang dilemparkan dengan kuatnya ke sebuah sumur yang penuh air, dimana air nurani itu melonjak ke atas laiknya sekuntum bunga yang kuncup yang ketika mendekati otak lalu mekar dan menzahirkan kata-kata yang merupakan firman Ilahi.

Pengalaman ruhani tersebut menegaskan bahwa otak sebenarnya tidak terkait dengan pengetahuan dan pemahaman yang benar. Memang benar bahwa jika otak itu sehat tanpa cacat maka otak itu akan memperoleh manfaat dari pengetahuan rahasia yang dimiliki kalbu mengingat otak sebagai pusat dari jaringan syaraf berfungsi sebagai mesin yang memompa air dari dalam sumur. Adapun kalbu merupakan sumur yang menjadi sumber mata air dari semua pengetahuan yang tersembunyi. Semua itu merupakan rahasia yang telah ditemukan oleh orang-orang suci melalui kasyaf hakiki dan aku sendiri juga telah mengalaminya. (Mirza Ghulam Ahmad, Chasma-e-Ma'rifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, Vol. 23, hlm. 282-283, London, 1984).

Petrick Modok
dengan pikiran dan kebudayaannya manusia dimampukan untuk memahami wahyu dan menyadari bahwa wahyu bukanlah jauh di awang-awang.. karena jika tidak begitu manusia akan terus diperdaya (kalau tidak mau dikatakan dibodohi) oleh mereka yang berani untuk menginterpretasikan wahyu (padahal dengan segala keterbatasannya)..

James Situmorang
Saya setuju dgn pak Ioanes. Otak itu adalah anugerah.. jadi, jgn disia-siakan. Kita ini hanyalah manusia biasa, bukan malaikat. Wahyu ilahi mesti dipahami dengan menggunakan akal sehat...

Ioanes Rakhmat
Di manakah letak KALBU (=qolbu) manusia jika bukan di dalam organ otak? Jika kalbu adalah segi batiniah manusia, segi ini berproses juga di dalam otak manusia. Tanpa otak, tanpa rasionalitas, tidak akan ada kalbu, dan kalbu tak akan terkontrol, dan si pengontrolnya adalah rasio manusia. Tidak ada dikotomi antara kalbu dan akal. Salam

Yvonne Diana Taroreh
pertanyaannya, dari mana sumbernya/datangnya organ otak yang memiliki kemampuan untuk berpikir itu..??? bukanlah organ otak manusia juga terbatas..jd utk memahami wahyu ilahi tdk harus melalui budaya..Tuhan juga bisa pakai melalui alam semesta ini..

James Situmorang
@Yvonne: Anda itu berbicara tentang alam semesta. Pertanyaannya, bukankah budaya dan organ otak merupakan salah satu bagian dari alam semesta itu sendiri? Jadi, alam semesta mana yg anda maksud? Apakah pohon, hewan, pegunungan, atau apa? Tolong dijelaskan, thx.

Yvonne Diana Taroreh
@James, jgn sewot dong..biasa-biasa aja..namanya juga pendpt boleh dong berbeda..saya hanya katakan utk memahami wahyu ilahi bukan harga mati hanya melalui "pikiran dan kebudayaan manusia"..sah2 aja Anda & Ioanes melihat dari sisi itu..

Andry Simatauw
Apa itu Wahyu? Kriteria apa yang dapat dipakai untuk mengklaim bahwa "sesuatu" itu adalah wahyu? Jangan2 tidak ada satu pun yang layak disebut sebagai wahyu.

Irianto Darsono
Setuju, tapi bagaimana dg sebagian orang yg beranggapan bahwa sipenerima wahyu dalam kondisi tidak sadar/trans atau melalui mimpi? dg demikian si penerima tak diperlukan pikirannya. salam

Ioanes Rakhmat
Ya, tanpa tuhan adapun, alam semesta yg maha besar menyimpan begitu banyak rahasia yang menanti disibak oleh manusia melalui kemampuan akal budinya, melalui sains dan teknologi. Alam semesta yg maha besar tak terbayangkan sendiri menimbulkan suatu perasaan religius yg intens pada Einstein, sehingga lahirlah istilah the Einsteinian god. Salam

Taheera Tova Jumaan
Mungkin DR. Ioanes perlu juga suatu saat menelaah magnum opus-nya Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Imam IV Jemaat Ahmadiyah Sedunia berjudul "Revelation, Rationality, Knowledge and Truth". Bisa di-search melalui Google. Thoda!

Ioanes Rakhmat
Menurut neuroscience, pengalaman mendapatkan wahyu ilahi (melalui Altered State of Consciousness, mimpi misalnya, atau melalui Extra-sensory Perception, halusinasi misalnya) juga diproduksi oleh otak manusia, khususnya otak kanan manusia. Jadi, teks keagamaan yg diklaim diperoleh lewat mimpi atau lewat pengalaman trans/kesurupan harus juga adianalisis dg mempelajari mimpi si penerima wahyu atau dg meneliti riwayat kesehatan psikologis si penerima wahyu. Ini adalah pendekatan modern dlm menganalisis kondisi kejiwaan dan kondisi otak orang-orang yang mengklaim diri menerima wahyu ilahi. Salam

Ioanes Rakhmat
Ya, saya percaya bhw wahyu ilahi dari dunia adikodrati sebenarnya tidak ada sama sekali. Orang yang mau mendirikan suatu agama baru dulu di zaman pramodern memang harus mengklaim memiliki akses langsung satu-satunya ke allah atau ke dunia supernatural dan tulisan-tulisan buah tangannya sendiri sebagai tulisan-tulisan ilahi supaya tulisan-tulisan ini diterima dengan gentar dan tak dipertanyakan kebenarannya oleh para pengikutnya. Pendek kata, konsep ttg wahyu adalah sbh konsep politis sang pendiri agama untuk menguasai dan mengendalikan masyarakatnya. Salam

Taheera Tova Jumaan
Ya, saya pernah membaca buku kedokteran yang bagus tentang apa yang DR. Ioanes sebutkan itu. Buku itu ditulis oleh seorang dokter berkebangsaan Belanda, diterbitkan sekitar tahun 1960-an. Semua gejala psikologis dibahas secara ilmiah dalam buku itu. Kajiannya sangat menarik hati. Sayangnya, setelah mengalami sendiri kondisi berbagai pengalaman itu, akhirnya dengan tegas saya menolak metode itu. Sebab, metode ilmiah yang disebutkan itu berbeda dengan metode ilhamiyah yang pernah dialami sendiri.

Untuk derajat mimpi (ru'ya/dreams) atau kasyaf (vision) masih bisa ditolelir. Tetapi untuk derajat wahyu, pengalaman berbicara lain. Apakah kita pernah mengalami kondisi menerima wahyu?

Sonrai Francis
Kalau Wahyu tidak diterima dan juga tidak diterjemahkan oleh otak maka mungkin Allah berkata : "Dasar Manusia tak berotak"

Sonrai Francis
Yang saya suka adalah ada peristiwa teologis yang tercatat di kejadian 12 : 7, Tuhan menampakkan diri...; peristiwa ini sesudah ada Firman. Ada peristiwa yang dicatat oleh Pak Ioanes bahwa ada proses pewahyuan..tapi juga ada pengalaman spiritual pertemuan dengan sang pemwahyu. Setelah itu Abram memanggil nama Tuhan.

Sonrai Francis
Ada Otak yang memproses wahyu yang tidak masuk akal. Namun ada tindakan setelah wahyu tersebut. Semua memang di Otak. Tetapi bukan karena Otak yang membuat Manusia menjadi Hidup. Tapi detak Jantung Manusia yang mengalirkan darah ke OTak. Dan tidak pernah ada darah yang mengalir ke OTak bila tidak ada oksigen yang diangkut oleh Darah. Jadi jadi tidak pernah ada wahyu Illahi tanpa ada oksigen.

Yvonne Diana Taroreh
@Ioanes, saya setuju salah satu cara, bukan satu2nya cara utk memahami wahyu ilahi dlm kitab suci, kita hrs kenali pikiran dan kebudayan manusia si penerima wahyu tsb..tdk ada yg salah toh kalau Tuhan memberi inspirasi melalui doa, dogma/kaidah keagamaan atau ideologi, teks, konteks, narasi utk memahami si penerima wahyu ilahi dlm kitab suci bukankah itu juga memakai pikiran...yg penting sih bukan sejarah dari buah pikiran dan kebudayaan manusia itu sendiri..tetapi apakah ia bermanfaat, membangun dan memberi inspirasi bagi manusia utk hidup lebih baik lagi, lebih bermanfaat bagi sesama manusia..

Ioanes Rakhmat
Oksigen, nutrisi (=makanan) dan sel-sel otak memungkinkan timbulnya pengalaman religius di otak. Tetapi yg terpenting adalah sel-sel otak. Jika sel-sel otak rusak/mati, manusia tetap bisa hidup dg oksigen dan nutrisi, tetapi hidup seperti tetumbuhan saja, dan tidak bisa merasakan kehadiran allah atau kehadiran sesuatu yang spiritual. Salam

Yvonne Diana Taroreh
Setuju, otak bukanlah satu-satunya. biarpun secara medis, biologis hampir 90 % sel otak manusia rusak..Tuhan sanggup melalukan sesuatu diluar kemampuan otakkita yang bisa membuat kita merasakan kehadiranNya atau sesuatu yg spiritual..

Ioanes Rakhmat
Ya, YVONNE, sy tidak mempersoalkan manfaat teks-teks kitab suci yg diklaim sebagai wahyu. Ada teks kitab suci yg bisa bikin kita jadi baik, tetapi ada juga banyak teks kitab suci yg dapat membuat kita jadi jahat. Wahyu ilahi tidak selalu membuat orang jadi baik. Atas nama wahyu ilahi, orang telah saling membunuh dan membantai. Yang sy ingin ... Lihat Selengkapnyapersoalkan adalah fakta bahwa kebanyakan orang beragama takut menggunakan akal budi mereka ketika mau memahami teks kitab suci yang diklaim sebagai wahyu ilahi, sementara wahyu ilahi itu sendiri juga diproduksi oleh kerja otak manusia. Salam

Yvonne Diana Taroreh
saya pikir bukan takut menggunakan akal budinya, tapi krn sdh dari sekolah minggu didoktrin seperti itu ..trus ahli2 dibidang teks Alkitabpun tdk berani mengatakan sebenarnya krn takut dianggap sesat..yg saya kenal dosen saya Prof DR Jhon Titaley ia selalu mengatakan apa adanya yg ada di dlm Alkitab, apakah itu wahyu atau bukan..

Abdul Mu'iz عبد المعز
kalau mempersoalkan wahyu dari "Sang Maha Ghaib" turun ke bumi melalui perantaraan manusia yang selalu disebut "nabi", ya tinggal melihat track rekord sang nabi tsb apakah pendusta, pembohong, penghayal atau tukang sihir ??

Romelus Blegur
pak Ioanes, sy mau menanggapi pernyataan bpk, "jika tanpa pikran manusia dan kebudayaan manusia, maka wahyu ilahi tidak akan pernah ada." jika demikian, partanyaan saya, keberadaan wahyu ilahi ditentukan oleh pikiran dan budaya manusia atau Allah????

Progresive Liberalist
@Romelus:Jelas wahyu ditentukan oleh Pikiran&budaya Manusia,bukan allah!Barangkali tuhan pun "terkejut" dgn kinerja akal yg luar biasa.Sapere Aude

Ioanes Rakhmat
Ya, DIANA, gereja memang mewarisi suatu pandangan religius yang memisahkan akal dari hati, dan mempertentangkan akal dengan iman, dan mengindoktrinasi warganya untuk hanya menggunakan iman, bukan menggunakan akal, ketika membaca Alkitab atau ketika harus memegang doktrin. Pemikiran kritis dianggap gereja akan merongrong wahyu ilahi dan menghancurkan doktrin. Inilah keadaannya. Salam

Ioanes Rakhmat
Mas ABDUl MU'IZ, ditinjau dari sudut sosiologis, klaim bhw suatu teks/tulisan itu wahyu ilahi adalah suatu langkah politis dari si pendiri suatu agama untuk menaklukkan dan menguasai masyarakatnya. Dengan diajukan olehnya klaim bhw tulisannya adalah wahyu ilahi, si pendiri agama menghendaki dirinya tidak boleh digugat dan semua ucapannya harus ... Lihat Selengkapnyaditaati. Dan kalau dia dilawan, dia akan mengacu kpd yang ilahi sebagai sumber perintah untuk membunuh orang yg melawannya. Jadi, mengkaji wahyu ilahi tidak cukup dengan hanya meneliti kepribadian si pendiri agama, tetapi juga harus mengkaji kepentingan-kepentingan politisnya. Wahyu ilahi selalu bersifat politis. Salam

Abdul Mu'iz عبد المعز
wahyu ilahi selalu bersifat politis ?? apakah Nabi Musa (untuk umat yahudi), Isa (untuk umat kristen) dan Muhammad (untuk untuk umat islam) telah mempolitisir dan menindas umatnya ??

Ioanes Rakhmat
ROMELUS, wahyu ilahi langsung dari dunia gaib adikodrati hemat saya tidak ada. Klaim bhw suatu tulisan adalah wahyu ilahi lahir belakangan, bukan diberikan pada saat tulisan itu dituliskan. Mengategorikan suatu tulisan atau sekumpulan tulisan sebagai wahyu ilahi berlangsung dalam suatu proses panjang dan makan waktu, yakni proses KANONISASI. Jadi, ... Lihat Selengkapnyastatus sebagai tulisan yang diwahyukan oleh allah tidak berasal dari langit, melainkan diberikan oleh komunitas keagamaan yg memakai tulisan itu. Di mana dan kapanpun juga, proses kanonisasi selalu bersifat politis, khususnya ketika komunitas keagamaan memilah-memilah mana tulisan yg bisa diberi wibawa ilahi dan mana tulisan sampah dan menyesatkan yg harus disingkirkan. Salam

Ioanes Rakhmat
Mas ABDUL MU'IZ, tiga agama monoteis Abrahamik lahir dalam masa pramodern yg belum mengenal sekularisme (=pemisahan agama dari politik). Jadi, semua wahyu yang disampaikan Musa, Yesus dan Muhammad bertujuan politis sekaligus religius. Mengingat bhw Muhammad tampil sebagai nabi perang, unsur politis semua wahyu yang disampaikannya sangatlah kuat dan... Lihat Selengkapnya dominan. Sia-sialah usaha orang untuk men-depolitisasi wahyu-wahyu 3 agama besar ini, lalu memandangnya sebagai tulisan-tulisan spiritual belaka. Di mana ada wahyu turun, di situ ada pertarungan politis. Salam

Abdul Mu'iz عبد المعز
pak Io, apakah cukup adil dan fair menilai kejadian masa pramodern dengan sudut pandang modern, padahal nilai pesan moral tidak mengenal masa, maksudnya moral yang dibicarakan manusia itu kan tidak pernah berubah, yang berubah cuma teknologi dan gaya hidup ??.

Contoh bagaimana 3 agama meresponse perbudakan dan poligami, bukankah wahyu ilahi itu tidak hampa budaya ?? sehingga ada semacam upaya melawan perbudakan dan poligami tanpa batas itu secara evolusioner ??

Ioanes Rakhmat
Justru karena kita tidak boleh memasukkan pikiran modern (misalnya sekularisme) ke dalam teks-teks kuno kitab suci, kita harus tidak memisahkan politik dari agama jika kita mau memahami tulisan-tulisan suci kuno pramodern. Tenakh Yahudi (=PL), ajaran Yesus, dan Alquran, lahir dalam konteks negara teokrasi yg totalitarian: allah dan hukum-hukumnya ... Lihat Selengkapnyaadalah satu-satunya Raja, UUD dan UU negara. Kita melakukan reduksionisme besar-besaran jika kita memandang tiga kitab suci dari agama-agama Abrahamik (Yudaisme, Kristen dan Islam) hanya berisi ajaran ttg budi pekerti atau akhlak. Usaha untuk meniadakan perbudakan dan poligami dalam masyarakat Arab pada zaman Muhammad misalnya (sementara Muhammad sendiri berpoligami) adalah usaha politis, bukan sekadar usaha penegakan akhlak. Salam

20 jam yang lalu · SukaTidak Suka · Memuat...1 orang

Abdul Mu'iz عبد المعز
sebenarnya tidak ada larangan sih memasukkan pikiran modern ke dalam teks-teks kuno, maksud saya bagaimana pembawa 3 agama abrahamik itu meresponse kondisinya tentu amat dibatasi oleh ruang dan waktu serta amat kondisional. Maka memberhalakan praktek (decision making) oleh pembawa agama zaman pra modern tentu tidak akan cocok dicontoh pada zaman ... Lihat Selengkapnyamodern ini. Maka perlu ada interpretasi dan reinterpretasi terus menerus.

Nabi Muhammad itu sebenarnya memperlakukan istri pertamanya (siti Khadijah) monogami seumur hidup, baru setelah siti khadijah meninggal Nabi Muhammad melakukan poligami, tentu sikap dan tindakannya ini amat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masa itu di mana tradisi duniawi di kerajaan belahan dunia manapun poligami dianggap lumrah alias tidak ada yang aneh. Tanpa memahami aspek historis dan sosiologis akan sulit berempaty, simpaty dan memahami praktek tsb. Tentu aspek politis ada karena memang mana ada manusia yang berlepas diri dari aspek politis, namun politisasi dan bentuk penindasan oleh para nabi amat menarik dipertajam analisisnya oleh pak Io.

Denni Pinontoan
Wahyu? Percaya juga ya, adanya wahyu, Pak Ioanes????

Ioanes Rakhmat
DENNI, sy sama sekali tidak percaya ada suatu berita dari surga yang diturunkan sebagai wahyu ke dunia kepada seorang manusia suci. Hal ini sudah saya tekankan berulang-ulang dalam comment saya di atas. Wahyu, dus agama, adalah buatan manusia, dikonstruksi oleh pikiran manusia dan memakai kebudayaan manusia. Diberi label sebagai wahyu oleh si ... Lihat Selengkapnyapendiri agama atau oleh komunitas keagamaan belakangan untuk kepentingan memenangkan suatu pertarungan politis. Di mana ada wahyu, di situ ada perlombaan politis. Salam

Fatayatnu Matraman
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada nabi Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'kub dan anak cucunya, Isa, ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud (QS al Baaqarah 4 : 163)

Emmy Sahertian
Friends.......di dalam benak atau otak kita ada jutaan dimensi yang siap memerintahkan tubuh untuk bergerak, sikap untuk berkomunikasi dan nurani sebagai perintah evaluatif terhadap sebuah keputusan tetapi juga yang bisa melihat hal hal transendental (visioner).....yang kemudian membentuk budaya termasuk kepercayaan kepercayaan untuk menuntun dan menumbuhkan kehidupan yang adil sejahtera dan damai tetapi juga defensif agar tetap bertahan. Saya lebih percaya bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan manusia setengah setengah atau otak yang terbatas...karena dibiasakan terbatas..kita cenderung menggunakan setengah setengah sehingga membutuhkan proses pembelajaran (nah ini masalah kalau kurikulumnya tidak kreatif).Bila ada yang nekad menggunakannya secara utuh maka disebut manusia aneh, atau pun disebut manusia unggul atau setengah dewa atau juga Tuhan...bahkan bisa menciptakan sebuah kepercayaan transendental seperti kepercayaan pada YHWH,ALLAH, Dewa/Dewi, kalau kami di Timor kami sebut "Uis Pah dan Uis Neno".....dan seterusnya. Saya pikir Abraham, Musa,Yesus, Muhammad, Buddha Gautama, dan para tokoh Suci lainnnya hadir dalam keutuhan itu. Semua ini melahirkan peradaban atau identitas kemanusiaan manusia yang porosnya pada apa yang disebut kepercayaan dan "moral". Celakanya adalah kita sering diajari sebagai manusia subordinasi dari para dewa menyebabkan kita memerintahkan diri kita untuk tidak menggunakan totalitas benak atau otak kita secara utuh, cenderung setengah saja dan takut mengexplornya, akibatnya kita merasa tidak nyaman untuk keluar dari sebuah kebiasaan menetap atau baku di mana ternyata konteks telah berubah... ibarat terbiasa memakai tangan kanan sejak kecil.....lalu tiba tiba disuruh memakai tangan kiri......akan sangat sulit....saya membayangkan ketika Galileo Gallilei muncul dengan teori gravitasi yang kontroversi menggoncang iman sehingga ia harus dibungkamkan. Oleh karena itu diskusi ini sangat kreatif.....kita mencoba memakai benak kita secara utuh untuk melihat apakah kepercayaan atau iman kita masih relevan.......jangan jangan butuh sebuah revolusi AKAL BUDI sebagaimana yang Yesus pernah lakukan terhadap kewibawaan petinggi Agama zamannya.....salam

Fatayatnu Matraman
Kalimat : "Tanpa pikiran manusia dan kebudayaan manusia, wahyu ilahi tidak akan pernah ada" menjadi pemahaman yang cukup menarik..karena pikiran manusia(akal) merupakan sebah ayat/tanda dari tuhan sebagaimana fungsi wahyu jg berupa tanda/ayat dari tuhan untuk membuktikan hukum alam-NYA yang bersifat Universival. Tks Pak Io...

Denni Pinontoan
Pak Ioanes: Jika tidak ada wahyu yang diturunkan dari surga oleh Ilahi, maka apakah kerja Ilahi cuma sampai mencipta dunia dan isinya? Atau juga Ilahi tidak berperan di sana? Apakah "Tuhan" adalah juga konstruksi manusia?

Kalau memang Pak Ioanes tidak percaya wahyu, mengapa dalam status ini masih menyoal klaim adanya wahyu oleh pendiiri agama2? Untuk apa menyoal sesuatu yang kita tidak percaya? Untuk mencerahkan orang lain?

Fatayatnu Matraman
Hukum Universal yang sederhana adalah seprti contoh; api , sifat api dari sejak manusia pertama diciptakan bersifat panas tidak berubah sampai kini. Contoh lain ; Matahari ; dari sejak mula diciptakan sebagai pusat dari perputaran benda-2 planet lain diangkasa raya. Begitu juga akal dan wahyu diberikan oleh tuhan sebagai bukti hukum universal bahwa... Lihat Selengkapnya kalam ilahi/wahyu dapat diterima dan beriringan bekerja sama dengan akal. Bila wahyu diumpamakan tidak sesuai dengan kekinian zaman maka "wahyu" itu termasuk dalam kategori kpercayaan budaya.Tks pak Io

Ioanes Rakhmat
DENNI, yang sy tulis di status di atas bertujuan untuk mendiskusikan apakah wahyu ilahi itu ada, dan kalau ada apakah wahyu ilahi mem-bypass pikiran dan kebudayaan manusia. Seluruh dokumen Alkitab, PL dan PB, dapat dijelaskan sejarah dan makna serta tujuannya dg baik tanpa perlu memperlakukan semua dokumen itu sebagai wahyu allah kok. Kalau sy mau ... Lihat Selengkapnyapercaya pd wahyu, ya wahyunya wahyu yang dihasilkan oleh kerja otak kita, wahyu kodrati, bukan wahyu adikodrati. Manusia di bumilah, yg sudah diberi akal, yang harus merancang dan membangun masa depan mereka, bukan wahyu ilahi yang berasal dari dunia atas yg sama sekali tidak bersentuhan dg dunia bawah. Sy lebih percaya pd perkataan seorang anak SMP ttg kehidupan riil di bumi ketimbang pada wahyu yang diklaim turun begitu saja dari langit. Salam

Ioanes Rakhmat
Mas FATAYATNU, sy sudah melewati tahap kognitif yang dg keliru mempertentangan atau membuat dikotomi antara wahyu dan akal, antara surga dan bumi, antara doa dan kesarjanaan, antara allah dan manusia. Bagi saya sekarang, wahyu adalah akal, dan akal adalah wahyu; surga ada di bumi dan bumi adalah surga; allah ada di dalam keinsanian, dan keinsanian yg penuh adalah keallahan; dan ketika sy berpikir, di saat itulah sy berdoa. Dg berpikir, sy berdoa. Salam

Denni Pinontoan
Pak Ioanes: "Wahyu" sebagai bahasa tentu diartikan sebagai sesuatu yang diturunkan dari langit, oleh Ilahi. Jika sesuatu dihasilkan dari proses menalar, tentu namanya gagasan atau pikiran. Kecuali, maksud Pak Ioanes dengan mengartikan wahyu sebagai yang dihasilkan dari oleh kerja otak manusia adalah untuk mendekonstruksi bahasa, atau "Wahyu" itu ... Lihat Selengkapnyasebagai kata. Bukan terutama mendiskusikan apakah wahyu ilahi itu ada. Sebab, "wahyu" dalam pengertian sesuatu yang diturunkan dari langit tidak bisa dibuktikan ada tidak ada secara empirik. Kalau maksud Pak Ioanes bertujuan untuk mendiskusikan wahyu itu dipercaya atau tidak, saya kira bisa. Dan, ini bukan diwilayah sejarah agama, tapi di wilayah kepercayaan yang subjektif.

Tapi okelah, jika memang Pak Ioanes lebih percaya bahwa wahyu itu adalah proses akal manusia (wahyu kodrati kata Pak Ioanes), maka siapa pemberi akal kepada manusia itu? Sebab Pak Ioanes menulis begini: "Manusia di bumilah, yg sudah diberi akal...."

Ioanes Rakhmat
DENNI, itu pertanyaan yg mudah untuk dijawab. Akal adalah pemberian alam, melalui proses evolusi spesies natural yang sudah berlangsung 3 sampai 4 milyar tahun. Ada atau tidak adanya allah, proses evolusioner ini sudah dan sedang berlangsung dan akan terus berlangsung selama alam semesta terus memuai dan mengembang, dan akal manusia juga akan terus berevolusi tanpa batas sejalan dg tuntutan alam dan perkembangan teknologi. Salam

Jambu Dwipa
Dengan pemahaman evolusi saja, mitologis agama itu sudah luluh lantak. belum oleh kosmologi dll. Kita mesti sadari bahwa agama hanyalah pembatinan moralitas bersama yang disalut oleh jargon2 ilahi. tidak ada wahyu, atau big brother diatas sana yang menjamin keberlangsungan sebuah agama. bila manusia sepakat meninggalkan agama, maka punahlah agama itu. jadi tidak ada penjamin agama di seberang sana yg memberi wahyu, mengangkat nabi2 dan menginspirasikan kitab. semua itu buatan manusia belaka.

Ioanes Rakhmat
Ya, Mas WANDA, kalau setiap agama adalah wahyu ilahi, maka ada banyak allah yang berbeda di atas langit, yang telah memberikan wahyu masing-masing kepada umat masing-masing, dan allah-allah ini tidak saling mengenal dan mendorong umatnya masing-masing untuk bertarung dan bertempur memperebutkan posisi pemenang di muka bumi. Sungguh ini adalah suatu... Lihat Selengkapnya absurditas irasional. Daripada mencari penjelasan teologis ttg asal-usul wahyu, lebih baik kita cari penjelasan sosiologisnya: agama-agama wahyu berlainan karena manusia pembuat agama-agama wahyu ini berbeda-beda, hidup di zaman yang berbeda, di tempat yang berlainan dan memakai kebudayaan yang tidak sama dalam mengonsep wahyu masing-masing. Salam

Jambu Dwipa
pa Io, tidak ada yang namanya Wanda yg kasih comment diatas, tp kalo yg bapak maksud utk saya, nama saya Wandi, bukan Wanda.salam.

Ioanes Rakhmat
Ya, JAMBU, maksud saya Wandi, bukan Wanda. Soorrrry ya.

16 jam yang lalu · SukaTidak Suka

Denni Pinontoan
Pak Ioanes: Memang bagi seorang yang lebih mempercayai proses evolusi alam seperti bapak, yang tentu mengikuti pemahaman para evolusionis, tentu ini bisa dianggap mudah untuk dijawab. Tapi pasti bapak tahu, bahwa dalam prosesnya, ini tidak mudah. Menjawabnya saja dalam kalimat pendek, bisa mudah tapi akan menjadi spekulatif. Orang2 memang ... Lihat Selengkapnyaberkecimpung di wilayah itu pun, sampai mati hanya bisa meninggalkan teori2 yang kemudian menjadi liar dan telah memakan korban jutaan orang.

Saya kira bapak sangat tahu, bahwa paham pemikiran seperti ini bukan barang baru, melainkan sudah sejak zaman dahulu. Atau kongkritnya, sudah sejak zaman J.B. de Lamarck, Charles Darwin, Edwin Hubble, sampai Stephen Hawking dan berlanjut terus mempengaruhi ilmu pengetahuan modern. Dan dasarnya adalah pemikiran2 rasional para filsus klasik Yunani. Dan, duel sengit antara agama dengan sains, antara lain telah melahirkan konservatisme, fundamentalisme dalam kekristenan atau juga telah bias sampa kemunculan fundamentalisme dalam Islam. Kita sudah lihat seperti apa dampak buruk dari perseteruan tampak akhir dua paham ini. Selain itu, teori evolusi yang berdasarkan daya survival oleh segelintir orang dianggap telah menginpirasi revolusi kelas Karl Marx yang didogmatisasikan oleh Lenin dan Stalin dan melahirkan komunisme. Dampaknya, sudah terpampang jelas dalam sejarah umat manusia. Menariknya, tidak banyak yang menganggap bahwa usaha keras membuktikan bahwa manusia itu berasal dari materi-materi dasar alam yang kemudian berevolusi hanyalah spekulasi saja. Dan usaha para saintis atau para evolusionis untuk mempertahankan pemikirannya, itu tidak mudah. Sebab, sampai sekarang agama2 justru tidak runtuh dengan temuan2 para saintis, malah semakin berkembang dan parahnya semakin ditekan dengan rasionalisme agama-agama semakin menjadi fundamentalis.

Sehingga, justru yang sulit adalah bagaimana kita memposisikan diri untuk tidak terjebak pada satu kutub di antara dua kutub yang terus-menerus dibenturkan yaitu rasionalisme/sekularsime dengan ortodoksisme agama. Sayang saya belum melihat capain Pak Ioanes sampai ke rekonstruksi pemikiran untuk mendamaikan dua kutub itu.

Jambu Dwipa
maaf menyela pa Denni. Apa yang bisa kita ambil dan hargai dari agama adalah moral. tapi tidak pengetahuan kosmologi agama2 yang sudah ketinggalan jaman dan terbukti keliru oleh sains dan juga tidak untuk semua jargon2 ttg kemutlakan dogma nya. Nah, ketika kita berbicara moral, maka kita harus jujur bahwa moral bukanlah milik satu agama saja, namun... Lihat Selengkapnya juga milik orang2 yang tak beragama sekalipun. Karena moral adalah gen yg diturunkan oleh leluhur kita secara nature dan dibentuk oleh komunitas secara nurture.

Jadi untuk apa dan siapa yang perduli ttg perdamaian antara sains dan agama? wrong proven science is bad science, but wrong proven revelation is a hoax and stupidity.

Ioanes Rakhmat
Denni, coba anda baca buku mutakhir Richard Dawkins, The Greatest Show On Earth: The Evidence for Evolution (New York, etc.: Freepress, 2009). Setelah itu, coba lihat apakah anda akan berpandangan konservatif bhw evolusi spesies adalah spekulasi atau omong kosong. Pada satu pihak, saya sudah mengambil posisi bhw sains dan agama tidak akan pernah ... Lihat Selengkapnyabertemu. Bagaimana bisa bertemu, sains menuntut bukti empiris, sedangkan iman adalah kepercayaan begitu saja terhadap sesuatu tanpa bukti. Malah, pada pihak lain, kalau iman juga dilihat sebagai akal, maka iman yang membuta dan picik adalah juga akal yang membuta dan picik. Kalaupun sy beriman, makan iman saya adalah akal budi saya dan akal budi saya adalah iman saya. Hanya dg sudut pandang semacam ini, iman saya adalah iman yang cerdas dan critical. Salam

Denni Pinontoan
Pak Jambu: Komentar saya di atas dimaksudkan untuk merespon komentar Pak Ioanes yang menganggap pertanyaan saya ttg dekonstruksi konsep wahyu sebagai hal yang mudah dijawab. Makanya, saya coba urai secara singkat mengenai benturan antara agama dan sains untuk menunjukkan tentang kerumitan itu. Sebab, sudah jelas, bicara wahyu dalam term agama ... Lihat Selengkapnyaadalah sesuatu yang tidak bisa dibuktikan secara empirik, sementara sains (positivisme) menuntut bukti2 empirik. Dan, Pak Jambu tidak menyoal dampak turunan dari benturan tersebut seperti yang saya gambarkan. Maksudnya saya, lepas dari apakah tuhan itu ada atau tidak, begitu juga wahyu itu ada atau tidak, yang jelas, benturan antara agama dan sains sejarah telah menunjukkan dampak2 buruknya. Nah, mengapa kita hanya lebih menyoal menghancurkan kepercayaan orang terhadap wahyu tapi mengabaikan persoalan2 yang telah menghancurkan kemanusiaan. Modernistas/modernisme yang mentuhankan akal, seperti yang Pak Jambu dan Pak Ioanes imani telah melahirkan perang, kerusakan lingkungan hidup, dll yang buruk. Apakah itu tidak cukup bukti bahwa rasionalisme gagal. Sama halnya dengan ortodoksisme agama yang telah melahirkan konservatisme, fundamentalisme yang juga telah berdampak pada penghancuran kehidupan manusia. Artinya, ketika kita memposisikan pada satu kutub di antara dua kutub itu secara mutlak, hasilnya adalah keburukan, kebodohan, dan kejahatan. Tidak menyelesaikan masalah. Kalau tidak mau peduli dengan perdamaian dua kutub itu, ya silakan saja dan kita bisa pilih hidup seperti di zaman abad pertengahan atau di zaman modern yang liar dan ganas.

Saya berpendapat, kehidupan yang ideal, adalah kehidupan tanpa agama dan tanpa sains.

Jambu Dwipa
Denni P : "Saya berpendapat, kehidupan yang ideal, adalah kehidupan tanpa agama dan tanpa sains."

kalo gitu maka dari sekarang jangan pake fb, HP dll, karena itu hasil dari sains. mudah kan? coba saja. Baiknya anda tidak comment dulu sebelum mencobanya hidup tanpa sains. Salam.

Denni Pinontoan
Pak Ioanes: Soalnya, bapak orang yang kesekian dari banyak orang yang pada posisi kebenaran sains yang rasionalistik. Dan, berpegang teguh pada kebenaran sains, sama dengan orang yang berpegang teguh pada ortodoksisme agama. Bapak mempertahankan kebenaran sains, berdasarkan tulisan2 para ahli di bidangnya, sama halnya dengan para penjaga doktrin2 ... Lihat Selengkapnyaagama (yang juga banyak yang spekulasi dan bohong itu) dari teks2 kitab suci. Maka, keduanya sama-sama spekulasi dan omong kosong. Tolong bapak buktikan kepada saya bahwa evolusi spesies seperti yang bapak yakini dari kitab2 para saintis itu tidak bohong!!!

Apa, agama dan sains tidak bisa ketemu meski tidak semuanya??? Waw, jangan ngawur dong Pak. Anak SD saja sudah tahu, bahwa penemu mesin cetak adalah Johannes Gutenberg, dan atas jasanya alkitab atau kitab2 suci bisa dicetak dan disebarluaskan. Kecuali, kita memahami agama itu statis. Kalau kita meyakini agama itu seperti keyakinan pada pengikutnya di ribuan tahun yang lalu, ya jelas agama dan sains tidak bisa ketemu...Ketika bapak mengatakan: "Kalaupun sy beriman, maka iman saya adalah akal budi saya dan akal budi saya adalah iman saya," maka itu adalah juga sintesis dari dialektika kritis bapak antara agama dengan sains. Dan, ternyata bisa ketemu...

Ioanes Rakhmat
Ya, WANDI, saya mendukung anda. Kalangan agamawan sering mencoba bertahan dg menyatakan bahwa kitab suci mereka berisi sains yg kekal, yg tidak pernah usang atau ketinggalan zaman, karena bersumber dari wahyu ilahi. Bahkan lebih jauh lagi mereka berupaya mengembangkan sekian argumentasi untuk menunjukkan bhw sains dalam kitab suci mereka sejalan ... Lihat Selengkapnyadengan sains modern. Nah, thd dua kecenderungan ini saya mau memberi catatan.

Per definisi, sains tidaklah pernah akan bertahan kekal, tetapi akan terus mengalami revisi dan pengembangan, untuk bergerak makin dekat pada kebenaran, pada pengetahuan yang makin penuh. Begitu sains dikekalkan, maka apa yang disebut sains yg kekal ini tidak lain adalah dogma agamawi. Dua dogma yang dikekalkan sebagai sains kitab suci dewasa ini dlm kekristenan adalah kreasionisme dan Intelligent Design, yang dibuat untuk melawan sains evolusi dan biologi modern.

Lalu, poin yg kedua, sains dalam kitab suci agama-agama besar dunia adalah sains yang dipikirkan manusia pada zaman pramodern. Jadi, sangat mustahil kalau sains dalam kitab suci apapun sejalan dengan sains modern. Kalaupun ada yang mengklaim bhw sains dalam kitab suci sejalan atau sejajar dg sains modern, kesejalanan atau kesejajaran ini hanyalah hasil mencari-cari dan mencocok-cocokkan saja. Contoh ttg hal ini dapat ditemukan dalam diri para apologetik Buddhis yg berupaya untuk memperlihatkan ada kesejalanan antara konsep religius Buddhisme dan fisika Quantum, misalnya antara konsep kekosongan Buddhisme dengan fakta bhw isi atom, proton atau neutron adalah kosong. Salam

Denni Pinontoan
Pak Jambu: Soalnya, saya tidak menganggap FB, HP dan lain-lain itu sebagai kehidupan ideal. Buktinya, perjumpaan kita di FB ini semu adanya....Pake HP, bisa membantu berkomunikasi, tapi buang2 uang. Tanpa HP saya bisa hidup. Coba bapak hitung berdasarkan teori evolusi, mana kehidupan yang lebih lama, kehidupan dengan HP, FB, alat2 perang, obat2 ... Lihat Selengkapnyakimia atau kehidupan yang tanpa semua itu? Dan mana yang paling banyak makan korban???

Saya sedang memperalat sains pak, tidak bersandar padanya...he...he...

Ioanes Rakhmat
Mesin cetak itu hasil teknologi, Mas Denni, bukan sains murni. Siapapun bisa membuat mesin cetak, tanpa ideologi keagamaannya tersinggung atau runtuh. Wah saya kaget betul, sudah di bulan Juli 2010 di abad XXI, anda masih menganggap sains evolusi sebagai spekulasi dan kebohongan. Apa yang anda pelajari selama ini, Den? Beli dan bacalah buku Richard... Lihat Selengkapnya Dawkins yg saya sudah rujuk di atas, baru anda akan memiliki sedikit basis untuk mendiskusikan sains evolusi secara objektif.

Kalau kepada saya disodorkan, pilih mana, sains atau agama, maka saya akan dg senang hati pasti memilih sains, sebab sains jauh lebih luhur ketimbang agama meskipun sains juga dapat disalahgunakan manusia penggunanya. Juga kalau kpd saya disodorkan, pilih mana, rasionalisme atau anti-rasionalisme, maka sy dengan senang hati dan yakin akan pasti memilih rasionalisme sebab masa depan peradaban manusia terletak pada rasionalisme. Kalau kpd saya disodorkan pilih mana, fundamentalisme atau ateisme, maka sy akan dg senang hati memilih ateisme sebab dg ateisme rasio manusia akan dibebaskan dari penjara agama untuk mendatangkan kebaikan bagi umat manusia dan dunia, sesuatu yg tidak bisa diberikan oleh fundamentalisme. Salam

Ioanes Rakhmat
Denni, kehidupan tanpa agama dan tanpa sains ya ada, di hutan perawan yang belum disentuh manusia. Cobalah Den, barangkali cita-citamu tercapai di sana. Salam :)

Chen Gui Xin
Saya ikutin ngebaca hingga sejauh ini, sudah sangat jelas kubu pandangan mana yang memiliki argumentasi mapan, baik rasionalitas maupun empiris.

Kita harus memiliki rasa kasihan terhadap lawan yang sudah kalah.

Sebaiknya dibuka tema baru aja dah pak Ioanes.... Lihat Selengkapnya

Salam

Denni Pinontoan
Pak Ioanes: Wah, nanti sudah ditemukan mesin cetak, baru bapak bisa ngomong bahwa siapapun bisa membuat mesin cetak. Apakah teknologi mesin cetak yang terus berkembang ini bukan buah dari sains? Kecuali sains yang bapak pikirkan terbatas di teori evolusi itu. Dan itu, mereduksi makna sains pak.

Selama bapak tidak bisa membuktikan kepada saya ... Lihat Selengkapnyakebenaran sains itu, misalnya soal evolusi spesies manusia, saya tetap menganggap apa yang bapak yakini itu omong kosong dan spekulasi. Dan itu saya kira itu sejalan dengan keyakinan bapak untuk selalu menuntur bukti empirik. Itu sama dengan saya menganggap omong kosong mitos2 agama yang dipahami secara harafiah. Kalau cuma baca buku Dawkins, itu sama saja dengan baca Kitab Keluaran ttg mitos Laut Teberau yang terbelah. Sama-sama kita hanya membaca, bukan melihat, dan meraba. Mengerti maksud saya kan pak??

Sederhananya begini Pak, bagi orang beragama (Kristen dan Islam misalnya) nabinya adalah Musa, Yesaya, Isa, dll, sementara orang2 seperti bapak nabinya adalah Charles Darwin, Stephen Hawking dan Richard Dawkins dll. Semuanya mereka itu telah merekonstruksi mitos. Dan mitos2 itu yang dibaca dan diyakini sebagai kebenaran.

Kehidupan dengan agama dan sains adalah kenyataan, tapi itu tidak ideal. Mengapa, buktinya, bapak, saya dan yang lainnya tetap gelisah! Terus mencari kebenaran...Artinya, tidak atau belum ada yang ideal memang. Kalau bapak mengatakan kehidupan tanpa sains dan agama seperti hidup di hutan perawan, berarti pemikiran bapak mundur beberapa abad lampau, sebab tidak mau maju dan tetap diperbudak oleh agama dan sains yang antara lain telah memberi sumbangan bagi kerusakan kemanusiaan. Dan pemikiran bapak tentang hutan perawan itu dengan sendirinya meruntuhkan keyakinan pemikiran bapak bahwa tanpa Tuhan manusia dan peradaban bisa berproses. Kalau manusia bebas berdaulat dengan akalnya, mengapa kita masih bergantung kepada sains dan agama? Dan hidup di hutan perawan menantang daya survival manusia, yang bapak yakini berdaulat dengan akalnya?

Sekali lagi saya hanya memperalat sains, dan agama antara lain saya memperoleh nilai kehidupan. Selebihnya, saya mendapat nilai dari refleksi atas kehidupan rill saya. Salam.

Sunu Purnama
Menurut saya,tidak ada kalah menang dlm diskusi ini. Semua memegang kebenarannya sendiri2. Dan itu sah2 saja. Saya berpendapat bahwa para nabi yg ada,tidak pernah mendirikan agama,mereka mengajarkan ajaran universal tentang CINTA KASIH. Apa cinta kasih bs diukur dng sience? Sy tdk tau.Apa itu didapat dr kerja akal budi? Mungkin....Yang jelas cinta kasih yg dilakoni akan menciptakan kedamaian....Peace.

Chlaodhius Budhianto
Pak Io rupanya terlalu individualistis. sekalipun wahyu sampai kepada manusia lewat pikiran, tetapi jika tidak ada komunitas yang mendukungnya, maka wahyu juga tidak akan pernah ada. Seandainya Yesus dan Muhammad tidak terlahir dalam komunitas yang percaya pada pewahyuan, Kekristenan dan islam, pasti tidak ada. begitu juga dengan agama scientology. so . . .peran komunitas. menjadi sangat penting untuk terjadinya wahyu

Claiy Liem
Ya menarik untuk dibicarakan.Mungkin saya punya pemikiran berbeda dengan Pa Ioanes dan Ko Wandi serta Mas Denny.

Menurut saya dengan adanya agama maka sains bisa terus berkembang sampai sekarang.Alasannya sederhana karena ketika di dunia hanya dikuasai satu kekuatan maka kekuatan itu akan mati dengan sendirinya.

Karena bertapa dunia tidak menarik dan hampa ketika hanya diisi hanya oleh orang2 rasional saja atau hanya oleh kaum agama saja.

0 komentar: