Senin, 14 Februari 2011

Bapontar

Bapontar, catatan-catatan perjalananku, yang di dalamnya aku menemukan makna-makna kehidupan....

Cerita Dua Minggu di Jakarta

TIGA jam di atas udara dari Manado ke Jakarta, terasa cukup lama. Pesawat Boeing 737 milik maskapai Lion Air akhirnya mendarat dengan mulus di Bandara Soekarno-Hatta. Hari itu, Senin (4/7). Para penumpang, termasuk saya, segera keluar melalui pintu pesawat melewati lorong belalai menuju ke terminal A1.

Saya tak berlama-lama di terminal. Sudah agak terlambat. Kursus Jurnalisme Sastrawi di Pantau sudah dimulai jam 10.00. Sementara jam di hp saya sudah pukul 12.00.

Saya segera mencari taxi menuju ke kantor Pantau. Di seberang, ada seorang sopir dengan mobil taxinya menunggu penumpang. Menyebrang dan mendekati si sopir itu. ”Bisa antar saya ke kebayoran lama, Pak,” kata saya.

”Boleh.” Laki-laki itu tampak senang, ada penumpang.

__________________________________________

Sebuah Ziarah Kultural ke Halmahera Utara

Oleh: Denni Pinontoan

Sabtu (2 April 2011) pagi, sekitar pukul 06.45 aku meluncur dari Tomohon menuju ke Bandar Udara Samratulangi, Manado. Aku diminta oleh Dian/Interfidei, Jogya untuk bersama-sama dengan mereka dalam sebuah kegiatan lintas agama di Tobelo. Sekaligus, kata Ira Sasmita, belajar bersama mereka bagaimana melakukan kegiatan lintas agama.

Udara, Laut dan Darat yang Menantang



__________________________________________

Ada Rasa Damai di Tepi Danau Poso

(catatan perjalanan pluralisme di Palu-Poso dan Siuri Tentena)

Oleh: Denni Pinontoan

Saya sekali lagi mendapat kesempatan melakukan study tour, maksudnya belajar sambil pesiar. He...he.... Kali ini diudang oleh Dian/Interfidei, sebuah NGO yang konsern dengan usaha-usaha dialog antar agama yang berpusat di Jogyakarta. Saya dan beberapa teman dari sejumlah daerah di nusantara diundang untuk mengikuti kegiatan Capacity Building Jaringan Gerakan Antariman Tahap II. Kali ini dilaksanakan di Siuri – Tentena, Sulawesi Tengah. Sebelumnya, tahap I sudah dilaksanakan di Manado, Banjarmasin dan Bali. Kegiatan di Tentena ini kerjasama antara FKUB Kabupaten Poso, Al-Khairat Kabupaten Poso, Institut Mosintuwu, Sinode GKST, Institut Dialog Antariman di Indonesia (Institut DIAN/Interfidei), Yogyakarta.

__________________________________________

Kawangkoan yang Aku Kenal

Rumah-rumah kopi masih berjejer. Masih ada Toronata, tapi juga sudah bertambah Sarinah. Kalau Gembira sudah lama. Tapi ada yang sudah tak tampak, Bepi. Biapong, Roti Bakar dan Kopi susunya, masih khas Kawangkoan. Di depan rumah kopi Sarinah, sudah ada semacam bangsal. Yang aku dengar, itu dibangun oleh orang-orang Kawangkoan di perantauan. Mereka menyebut diri “Kumawangkoan”. Biasanya, kalau mereka pulang, bangsa permanen itu adalah tempat untuk menggelar macam-macam kegiatan.
__________________________________________

Kawangkoan: Dari Kacang Sangrai sampai Ragey Tersedia


Kota Kecil Kawangkoan, sebuah kawasan yang tak terlalu berubah akibat modernisasi. Warga di sini masih setia dengan beberapa adat istiadat Minahasa. Berbicara pun, mereka masih kental dengan Bahasa Manado Melayu dan Bahasa Minahasa (makatana) rumpun Toutemboan. Hubungan kekerabatan antar warga pun masih kental.


__________________________________________

Pasar Tradisional Tomohon : Berbelanja sambil Menikmati Keragaman Hasil Sumber Daya Alam


Oleh: Denni Pinontoan

Kalau ke Kota Tomohon, anda mestinya tak hanya menikmati bunga, yang menjadi icon kota ini. Akan lebih lengkap, kalau anda juga ke Pasar Tradisional kota bunga ini. Sepintas, pasar tradisional Tomohon, sama dengan pasar-pasar tradisioanal lainnya, tapi, kalau anda berjalan-jalan mengelilingi pasar ini, sambil berbelanja anda akan disuguhkan dengan pemandangan yang tidak lazim di pasar-pasar tradisional lainnya.
__________________________________________

Cirita dari Bobara Bakar, Bagea, Sampe Salak Tagulandang


Hari Kamis malam kita brangkat ka Tahuna, voor mo pi hoba kasing tu mahasiswa Fakultas Teologi UKIT yang ba PPL di sana. Dari pelabuhan Manado, nae kapal Terra Sancta. Sampe di pelabuhan tahuna jam 5 pagi.
__________________________________________

Ratu Oki di Desa Kali Tombatu

Oleh: Denni Pinontoan


Awalnya, ketika baru memasuki Wanua (pemerintah menyebutnya desa) Kali, kecamatan Tombatu, tidak terkesan sesuatu yang istimewa. Wanua itu, sepintas serupa dengan wanua-wanua lain yang ada di Tanah Minahasa. Rumah-rumah panggung khas Minahasa, beberapa di antaranya kelihatan berdiri kokoh. Tapi banyak juga rumah-rumah yang bermodel modern dengan semen, besi, dll sebagai bahan bakunya. Tampak juga sejumlah gereja dengan menaranya yang menjulang tinggi, seakan-akan telah menggapai awan berdiri kokoh menghiasi wanua itu. Para ibu-ibu, sibuk dengan urusan rumah tangganya, tapi juga ada yang kelihatan baru pulang dari kebun. Para suami, ada yang kelihatan masih sibuk dengan pekerjaan rutinnya. Anak-anak kecil riang bermain di halaman rumah.

0 komentar: